Sabtu, 03 April 2010

Politik Beras

Contoh Makalah - Prof Purbayu Budi Santosa, mencoba menguraikan permasolusi tepat. Menurut pendapat dia, persoalan perberasan membuahkan ketidakadilan dan perenggutan hak asasi bagi petani. Pemikiran yang mencerahkan itu, dia uraikan dalam ratusan tulisan, baik artikel ilmiah dan populer, makalah seminar, jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, dan buku.

Contoh Pidato - Buku ini merupakan karya kelima yang merupakan hasil ketekunan dan ketelitian mendokumentasi artikel populer yang tersebar di media massa, terutama Suara Merdeka dan Wawasan, di tengah kesibukan mengajar dan tugas sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi Undip.

Jalur ekonomi kelembagaan yang dipilih Prof Purbayu dan mewarnai buku ini, terbilang langka di negeri ini. Sebab, kebanyakan ekonom di Indonesia lebih memilih jalur ekonomi berbasis kapitalistik, atau paling tidak dicampur dengan ekonomi berbasis kerakyatan atau Pancasila.
Berulang-ulang Purbayu menyatakan, penerapan ekonomi pasar bebas di negeri ini yang diadopsi dari pemikiran Neoklasik, membuat Indonesia dalam keadaan terus terpuruk dan tidak bisa lepas dari krisis. Karena sejatinya, negara harus campur tangan dalam urusan ekonomi dalam negeri, entah pemberian subsidi maupun kebijakan yang prorakyat.
Penggunaan matematika dalam analisis ekonomi dalam ekonomi pasar bebas yang sebetulnya, buah rintisan Adam Smith, sangat tidak tepat diberlakukan di Indonesia dan sebetulnya di negara lain pula.

Berbagai kritik yang diajukan kepada aliran Neoklasik, menggambarkan relevansi penggunaan aliran ekonomi kelembagaan. Dalam ekonomi kelembagaan, mengamanatkan kepercayaan kepada diri sendiri, bukan berarti menolak semua yang berasal dari asing, tetapi harus bisa melakukan penyaringan terhadap hal-hal yang tidak cocok dan berarti bagi kemajuan bangsa dan negara ini.

Pembangunan di Indonesia hendaknya dilakukan secara komprehensif, meliputi materi dan moral.
Memang selama ini keduanya telah dilakukan, tetapi unsur materi yang sangat menonjol. Titik tolak pembangunan ekonomi pun terlalu berkiblat kepada unsur efisien dan efektif, dan menganggap tidak penting unsur moralitas. Kiblat terori neoklasik begitu menonjol, padahal Adam Smith, Myrdal, maupun North sebagai “dewa“ pemikir ekonomi, begitu mempertimbangkan faktor nonekonomi dalam analisis ekonominya (halaman 215).

Revitalisasi
Apabila ekonomi kelembagaan sudah benar-benar diterapkan penuh di Indonesia , kasus seperti Bank Century atau kasus lain pengaruh dari sistem pasar bebas, tidak akan pernah terjadi di negeri ini. Prof Purbayu menyebut, rakyat pedesaan bisa terus tersenyum dan usaha memproduksi beras, tidak jadi sia-sia lagi dan bisa menyangga penuh kebutuhan rumah tangga, bahkan bisa lebih. Karena, dalam ekonomi kelembagaan, rakyatlah yang jadi prioritas utama pemerintah, bahkan pemerintah harus memberi subsidi produktif kepada rakyat, terutama petani yang hidup di pedesaan.

Purbayu menilai, karut-marut masalah perberasan yang ada sekarang ini, membuat revitalisasi sektor perberasan perlu dilakukan segera, supaya harga beras tidak bergejolak, dengan begitu bisa memberikan kemanfaatan yang nyata dan optimal bagi segenap masyarakat. (hal 114).
Jangan sampai beras terus-menerus dijadikan komoditi politik. Jangan sampai impor beras lebih didorong oleh ketakutan data kemiskinan akan membengkak, yang akan memukul pemerintah.
Karena secara politis, jika angka kemiskinan membengkak, biarpun indikator kinerja lainnya menunjukkan angka baik, pemerintah akan tetap dianggap gagal.

Terobosan baru dicetuskan Prof Purbayu agar komoditas beras yang sarat dengan kepentingan politik itu dapat ìdiakhiriî. Yaitu lewat penganekaragaman makanan pokok, sehingga orientasi pencapaian swasembada pangan bukan sematamata beras. Revitalisasi Bulog juga perlu dilakukan, sehingga Bulog tidak hanya menjalankan tugas pelayanan publik, tetapi juga bisa mencari keuntungan. Menempatkan manfaat sosial dan bisnis dalam pertalian yang tidak saling meniadakan (trade off). Tidak hanya mengandalkan dana dari pemerintah pusat yang jumlahnya sebetulnya tidak memadai, apalagi untuk beli beras hasil seluruh petani. Yang akhirnya, membuahkan kebijakan impor beras yang merugikan petani yang kemudian mengangkat beras sebagai komoditas politik.

Selain itu, perlu pula dihilangkan disparitas yang tinggi antara harga pupuk bersubsidi dengan harga di pasaran, yang pada akhirnya menimbulkan penyelewengan seperti penimbunan guna kepentingan pribadi dan memunculkan kejahatan ekonomi yang sangat merugikan petani, yang posisi sebelumnya sudah lemah.

Namun, normalnya buku buntelan opini, pasti ada kekurangan yang menyelimuti. Umur tulisan yang pendek, pembahasan materi yang kurang fokus, adanya pengulangan ide atau gagasan, dan kurangnya pendalaman pembahasan, sangat terlihat dalam buku ini. Tapi, tampaknya editor berusaha meramu buku ini menjadi sebuah buku yang menarik dan memiliki nilai tambah. Upaya editor membuat pembaca mudah memahami substansi tulisan, terlihat kentara dengan pengelompokan buku menjadi empat bagian yang menguraikan tema atau substansi yang serupa.
(Hadziq Jauhary-35/CN15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar